Mengingatkan Imam yang Lupa atau Salah
Mengingatkan Imam yang Lupa atau Salah ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 7 Jumadil Akhir 1446 H / 9 Desember 2024 M.
Kajian Tentang Mengingatkan Imam yang Lupa atau Salah
Masih ada beberapa masalah terkait shalat berjamaah yang perlu dibahas, salah satunya adalah cara mengingatkan imam ketika lupa atau salah dalam bacaannya. Hal ini sering dilakukan dengan cara yang kurang tepat. Banyak orang yang mengingatkan imam, tetapi tidak sesuai dengan tuntunan, sehingga menimbulkan kegaduhan. Akibatnya, imam semakin bingung, dan kekhusyukan shalat, baik bagi imam maupun makmum, terganggu.
Sebagaimana pernah disinggung dalam pembahasan fikih shalat, mengingatkan imam ketika lupa atau salah dalam bacaan adalah sunnah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah lupa dalam bacaannya. Setelah selesai shalat, beliau bertanya kepada sahabat Ubay bin Ka’ab:
“Apakah engkau tadi shalat bersamaku?” Sahabat Ubay menjawab, “Iya.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Apa yang menghalangimu untuk mengingatkanku?” (HR. Abu Dawud dalam Sunan dengan sanad yang kuat).
Ada juga hadits dari sahabat Al-Miswar bin Yazid Al-Asadi. Ia berkata:
“Aku pernah menyaksikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca dalam shalatnya. Kemudian beliau meninggalkan sebagian ayat Al-Qur’an yang tidak beliau baca. Maka ada seorang laki-laki yang berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ‘Wahai Rasulullah, engkau tidak membaca ayat ini dan itu.’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian berkata, ‘Mengapa engkau tidak mengingatkanku?`”
Hadits ini menunjukkan bahwa mengingatkan imam ketika lupa atau salah membaca ayat adalah sunnah yang dianjurkan.
Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Jika imam salah dalam bacaan setelah Al-Fatihah dan tidak dapat diingatkan, jangan memaksanya. Jika imam merasa bacaannya sudah benar dan tetap bersikeras, maka makmum tidak boleh memaksanya untuk mengikuti koreksi tersebut. Hal ini karena bacaan setelah Al-Fatihah bukanlah rukun shalat. Memaksakan imam akan menimbulkan kegaduhan yang mengganggu kekhusyukan shalat.
Berbeda halnya jika kesalahan terjadi pada bacaan Al-Fatihah, yang merupakan rukun shalat. Dalam kasus ini, imam harus diingatkan hingga bacaannya benar. Namun, jika kesalahan terjadi pada bacaan setelah Al-Fatihah, maka cukup diingatkan tanpa memaksanya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait masalah mengingatkan imam dalam bacaan. Pertama, kita harus benar-benar yakin bahwa bacaan imam salah atau lupa membaca ayat tertentu sebelum mengingatkannya. Jangan sampai kita masih ragu-ragu, lalu mengingatkan imam. Jika kita ragu, bisa jadi justru kita yang salah, dan imam yang benar. Kemungkinan ini cukup besar. Jika kondisi seperti ini terjadi, ketenangan shalat akan terganggu, padahal belum tentu makmum yang benar.
Kedua, jika makmum yang mengetahui kesalahan imam berada jauh dari imam, misalnya di shaf ketiga, keempat, atau kelima, maka menjadi tidak baik ketika dia mengingatkan imam. Karena mengingatkan imam dari jarak jauh dapat menyebabkan kegaduhan dalam shalat berjamaah. Meskipun makmum sudah meninggikan suaranya, imam mungkin tetap tidak mendengar, apalagi jika jaraknya lebih jauh. Hal ini hanya akan menimbulkan kebisingan, mengganggu kekhusyukan shalat, dan menciptakan suasana yang tidak baik.
Dalam kondisi seperti ini, ada pertimbangan maslahat dan mafsadah. Memang salahnya bacaan imam adalah mafsadah, tetapi kegaduhan yang muncul akibat mengingatkan imam dari saf yang jauh juga merupakan mafsadah. Oleh karena itu, jika berada jauh dari imam, lebih baik tidak mengingatkannya. Hal ini karena mengingatkan imam adalah sunnah, bukan kewajiban, sehingga tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kekhusyukan shalat.
Khusyuk dalam shalat sangat ditekankan. Bahkan ada beberapa kondisi yang membolehkan seseorang tidak shalat berjamaah demi menjaga kekhusyukan. Misalnya, jika makanan telah dihidangkan, kita diperbolehkan makan terlebih dahulu sebelum pergi ke masjid. Hal ini untuk menghindari gangguan kekhusyukan dalam shalat karena rasa lapar.
Begitu juga ketika hujan turun, kita boleh tidak pergi ke masjid demi menghindari pakaian yang basah. Jika kita tetap memaksakan diri shalat di masjid dengan pakaian basah, hal itu bisa mengganggu kekhusyukan. Selain itu, hal-hal seperti gambar-gambar di dalam masjid juga sebaiknya dihindari, karena dapat mengganggu fokus dan kekhusyukan orang yang sedang shalat.
Intinya, kekhusyukan adalah bagian yang sangat penting dalam shalat. Oleh karena itu, segala hal yang dapat mengganggunya harus dihindari semaksimal mungkin.
Mengingatkan imam ketika imam lupa atau salah dalam bacaan surah setelah Al-Fatihah memiliki dua sisi. Di satu sisi, hal ini dapat memperbaiki bacaan imam, tetapi di sisi lain dapat mengganggu kekhusyukan para jamaah. Oleh karena itu, jika maslahatnya lebih besar, maka hal tersebut dapat dilakukan. Namun, jika maslahatnya lebih kecil, sebaiknya ditinggalkan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam masalah ini adalah jika sudah ada satu orang yang mengingatkan imam, maka yang lain hendaknya diam, terutama jika orang yang mengingatkan adalah makmum yang berada dekat dengan imam. Para jamaah seringkali berlomba-lomba untuk mengingatkan imam, namun hal ini sebaiknya dihindari.
Ingatlah, mengingatkan imam bukanlah ajang untuk menunjukkan bahwa seseorang lebih hafal Al-Qur’an atau memiliki hafalan yang lebih kuat. Tujuan utama dari mengingatkan imam adalah untuk maslahat, yaitu agar bacaan imam menjadi benar. Jika sudah ada satu orang yang mengingatkan, maka yang lain tidak perlu melakukannya.
Jika banyak orang yang mengingatkan imam, akan timbul kegaduhan dalam shalat berjamaah. Kegaduhan ini dapat mengganggu kekhusyukan para jamaah, dan bahkan imam bisa menjadi bingung. Suara-suara dari berbagai arah seringkali tidak seragam—ada yang lebih dulu, ada yang menyusul, dan ini justru membuat bacaan menjadi tidak jelas.
Oleh karena itu, cukup satu orang saja yang mengingatkan imam, terutama orang yang paling dekat dengan imam, karena dialah yang paling berhak untuk melakukannya. Para jamaah lainnya cukup diam dan mendengarkan.
Hal ini juga menjadi alasan penting untuk menempatkan seseorang yang hafal Al-Qur’an dan memiliki hafalan yang kuat di belakang imam. Orang tersebut dapat langsung mengingatkan imam jika terjadi kesalahan, terutama dalam shalat dengan bacaan yang panjang, seperti shalat Tarawih. Dengan begitu, kekhusyukan shalat berjamaah tetap terjaga, dan kesalahan bacaan imam dapat segera diperbaiki tanpa menimbulkan kegaduhan.
Yang berkaitan dengan hal ini juga, jika imam mengalami kesalahan dalam bacaan dan sulit diingatkan, hendaknya makmum membiarkannya. Jika imam sudah berusaha mengingat-ingat tetapi tetap tidak ingat, dan makmum terus mengingatkan dengan cara yang berbeda—ada yang membenarkan dengan bacaan A, ada yang dengan B—hal ini justru dapat membuat imam bingung.
Dalam situasi seperti ini, apa yang sebaiknya dilakukan oleh imam? Apakah ia terus berusaha mengingat ayat tersebut, langsung rukuk, atau berpindah ke surah lain? Jika imam telah berusaha mengingat tetapi tetap tidak mampu, maka sebaiknya ia berhenti. Ada beberapa pilihan:
- Langsung rukuk, tanpa melanjutkan ayat yang terlupa.
- Beralih ke surah lain yang lebih dikuasainya dan dapat dibaca dengan baik.
Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan maslahat, yaitu untuk menjaga kekhusyukan shalat berjamaah dan menghindari kegaduhan yang berlarut-larut. Imam diberikan kebebasan memilih di antara kedua opsi tersebut, sesuai dengan apa yang menurutnya paling baik dan memungkinkan situasi kembali tenang.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54775-mengingatkan-imam-yang-lupa-atau-salah/